Menakertrans Bertanggung Jawab Atas Kasus Tabung Gas?
Sabtu, 24 Juli 2010 07:53 WIB
Laporan wartawan Tribunnews.com, Willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA --- Menakertrans melalui Direktur Norma
Keselamatan Kerja, harus ikut bertanggungjawab atas kasus meledaknya
tabung gas elpiji 3 kg.
Demikian penilaian ahli keselamatan kerja di Ir Erdy Sastra Saiyar. Menurutnya,
Menakertrans hendaknya mendorong Polisi melakukan penyidikan dibantu oleh ahli
keselamatan kerja yang ada di lingkup Kemenakertrans.
Menurut Sastra, dalam kasus meledaknya tabung gas 3 kg itu, jika tetap
membiarkan kasus meledaknya tabung gas dan tidak segera mengungkapkan kasus itu
maka pemerintah telah melanggar UU.
Yakni Undang-undang No.1 Tahun 1970 dan Peraturan Menteri (Permen) No.1 Tahun
1982, tentang bejana tekan (bobot gas 3 kg). bila tetap membiarkan kasus
meledaknya tabung gas tidak segera diungkap tuntas.
Karena, kata Sastra, jika kebijakan pemerintah benar maka pemerintah harus
memakai ahli yang tepat sehingga tidak akan terjadi kasus peledakan yang
relatif tinggi tingkat kesalahannya.
"Bila mau bertindak tepat, ya harus ditarik seluruh tabung gas tanpa
syarat. Sebab dampak meledaknya tabung gas di dalam negeri akan
berdampak bagi para ahli keselamatan kerja Indonesia yang bekerja di luar
negeri," kata Sastra dalam rilis yang diterima Tribunnews.com, Sabtu (24/7/2010).
"Mereka akan terpojok dengan pertanyaan orang asing tempat mereka bekerja,
ada apakah gerangan dengan mutu yang dipakai dalam membuat tabung gas
tersebut?," tambah Sastra.
Menurut Erdy, dirinya mengaku kebingungan atas standard mutu dari negara mana
yang menjadi acuan dalam pembuatan tabung gas tersebut. Ia juga tidak habis
pikir, mengapa Menakertrans, Muhaimin Iskandar, tidak memberikan pernyataan
apapun dalam kasus meledaknya tabung gas tersebut.
Padahal, dalam membuat tabung, persyaratan pembuatan gambar, prosedur
pengelasan, perhitungan kekuatan logam yang dipakai, hingga standar negara yang
menjadi acuan pembuatan pastilah menjadi data yang normatif harus melewati
Kementerian Tenaga Kerja.
Erdy melanjutkan, pemerintah jangan sampai kalah dengan ketentuan yang pernah
berlaku pada jaman Belanda sekitar tahun 1930-an bahwa kehatian-hatian dalam
memproduksi barang-barang yang mengancam keselamatan kerja jauh lebih baik dari
ada sekarang ini.
Tanggung jawab ahli keselamatan kerja yang ada di lingkup departemen di bawah
kendali Muhaimin Iskandar tetap harus melakukan pengawasan, karena aplikasi
pelaksanaan di lapangan memang tetap di bawah Kemenakertrans.
Tidak hanya itu, Erdy juga mempertanyakan, mengapa selama ini
Menakertrans tidak tahu fungsi dan tugasnya sebagai menteri yang
membidangi tenaga kerja dan ketenagakerajaan?
Adakah ia melupakan dari mana izin pembuatan tabung gas (bejana tekan)?
Apakah sudah melewati standar yang berlaku, yaitu harus berasal dari
Depnakertrans , yaitu sesuai dengan Undang-undang No.1 Tahun 1970 dan Permen
No.1 Tahun 1982?.
Siapa yang mengeluarkan izin tabung gas ukuran 3 kilogram tersebut? Standar
konstruksi harus memenuhi perhitungan konstruksi dan pengelasan dengan
X-ray.
"Uji tekan harus sesuai dengan Undang-undang. Apakah perusahaan yang
membuat tabung gas itu mempunyai ahli dengan sertifikat ahli keselamatan kerja
dan mengerti tentang bejana uap/tekan?" kata Sastra.
"Sehingga harus diusut oleh penyelidik ahli Depnaker tentang
pesawat /ruang bejana tekan dengan polisi untuk mengungkap mengapa
banyak tabung gas yang meledak belakangan ini, " tambah Sastra.
Lebih jauh lagi Sastra menjelaskan, syarat-syarat keselamatan kerja mestinya
terjamin dalam produk yang dipasarkan kepada masyarakat, seperti dalam Pasal 3
Ayat(1) butir (a) mencegah dan mengurangi bahaya peledakan. Bahwa setiap orang
yang bekerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam
melakukan pekerjaannya.
"Mereka harus memakai setiap sumber produksi perlu dipakai dan dipergunakan
secara aman dan effisien," tandasnya.
Penulis: Willy Widianto
Editor: OMDSMY Novemy Leo
0 komentar
Posting Komentar